STATUS PADANG LAMUN DI GILI BELANG, POTOTANO DAN TELUK JELENGA, JEREWEH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
Abstract
Padang lamun merupakan ekosistem yang sangat penting, karena kemampuannya untuk menunjang perikanan, atau keterkaitannya dengan ekosistem-ekosistem pesisir lainnya seperti terumbu karang dan mangrove. Padang lamun berfungsi menstabilkan substrat yang lunak, sebagai peredam arus, sebagai tudung pelindung dari panas matahari yang kuat bagi penghuninya, serta daerah pembesaran nursery ground dan feeding ground bagi berbagai biota terutama herbivor di laut, seperti dugong dan penyu. Padang lamun dapat menstabilkan garis pantai dengan kemampuannya dalam menahan pasir dari dorongan gelombang. Gili Belang merupakan salah satu pulau terbesar di kawasan Gili Balu Pototano, dan merupakan pulau mangrove yang dilengkapi oleh laguna-laguna, dengan sedikit bagian daratan berpasir. Gili Belang memiliki kelengkapan ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang yang baik. Sementara padang lamun di Teluk Jelenga, Kecamatan Jereweh merupakan padang lamun terluas di Kabupaten Sumbawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kesehatan padang lamun di Gili Belang, Pototano dibandingkan dengan kawasan pesisir yang mudah diakses oleh masyarakat.Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2018, di daerah Gili Belang, Pototano, Kabupaten Sumbawa Barat (S 08⁰31’659’’; E 116⁰47’270’’) dan di Teluk Jelenga (S 08o 49’ 12’’ E 116o48’33’’). Lebar padang lamun pada zona intertidal Gili Belang sebagian besar berkisar pada 60-80 m dari garis pantai, meskipun pada beberapa transek bisa dijumpai pada jarak 100- 140 m. Sementara di Teluk Jelenga, padang lamun membentang hingga 600 m dari garis pantai. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa padang lamun Gili Belang dan Teluk Jelengamerupakan padang lamun campuran, yang tersusun dari 4-7 jenis. Jenis dominan Thalassia hemprichii, Enhalus acoroidesdan Cymodocea rotundata. Persentase penutupan lamun pada bulan Desember 2018 untuk Gili Belang sebesar 51,77% dan di Teluk Jelenga sebesar 61,53%. Persentase penutupan lamun di Teluk Jelengamenunjukkan diatas 60% sehingga kondisi padang lamun di Teluk Jelenga masih dalam kategori baik (sehat/kaya) berdasarkan Keputusan MNLH, No. 200/2004. Sementara di Gili Belang termasuk kategori rusak (kurang sehat/kurang kaya).
References
Den Hartog, C. 1970. The seagrasses of the world. Amsterdam. North-Holland. 275p.
Canion CR, Heck KL Jr (2009) Effect of habitat complexity on predation success: re-evaluating the current paradigm in seagrass beds. Mar Ecol Prog Ser 393:37-46. https://doi.org/10.3354/meps08272
Department of Fisheries, Government of Western Australia. 2011. Seagrass: Department of Fisheries series. No 21. ISSN 1834-9382. Published July 2011.
English, S., Wilkilson, C. and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. ASEAN-Australia Marine Science Project. Living Coastal Resources. Australia Institute of Marine Science. Townsville.
Fraser, M.W., Kendrick, G.A. & Zavala-Perez, A. 2005. Drivers of Seagrass Decline in Cockburn and Warnbro Sound. School of Plant Biology, University of Western Australia.
Grech A, Miller KC, Erftemeijer P, Fonseca M, McKenzie L, Rasheed M, Taylor H, Coles R. 2012. A comparison of threats, vulnerabilities and management approaches in global seagrass bioregions. Environmental Research Letters 7: 1-8.
Heck Jr., K. L. and J.F. Valentine. 2005. Plant–herbivore interactions in seagrass meadows. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. Volume 330, Issue 1, 7 March 2006, Pages 420–436. Dauphin Island Sea Lab and University of South Alabama, 101 Bienville Boulevard, Dauphin Island, AL 36528, USA. Received 27 July 2005, Revised 25 November 2005, Accepted 15 December 2005, Available online 15 February 2006,
Irda, MH., Choesin, DN. & Yusuf, MS. 2017. Estimation of Carbon Stock in the Seagrass Meadows of Teluk Jelenga Bay, West Sumbawa. Biodiversitas. International Conference. Society for Indonesian Biodiversity.
Khairunnisa, T. 2016. Dinamika Komunitas Lamun di Kawasan Intertidal Madasanger, Sumbawa Barat. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kusuma, E. R 1997. Migrasi Ikan Terumbu Karang sebagai Indikator Interaksi antara Komunitas Padang Lamun dengan Terumbu Karang. Skripsi. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta.
McCloskey RM, Unsworth RKF. (2015) Decreasing seagrass density negatively influences associated fauna. PeerJ 3:e1053 https://doi.org/10.7717/peerj.1053
Mckenzie, LJ & Yoshida, R.L. 2009. Seagrass-Watch Proceedings of a Workshop for Monitoring Seagrass Habitats in Indonesia. The Nature Conservancy, Coral Triangle center, Sanur, Bali, 9thMay 2009. (Seagrass-Watch HQ, Cairns). 56 pp.
MREP-Project. 1995. Studi Analisis Lingkungan dan Sosial di Kawasan Pengelolaan Pesisir Pantai dan Laut di Bagian Barat dan Selatan Pulau Lombok. Laporan Akhir MREP_Project. Ditjen Departemen Dalam Negeri dan PPLH IPB. Bogor.
Nakamura Y & Tsuchiya M. 2008. Spatial and temporal patterns of seagrass habitat use by fishes at the Ryukyu Islands, Japan. Estuarine Coastal and Shelf Science 76:345–356. DOI 10.1016/j.ecss.2007.07.014.
Nellemann, C., Corcoran, E., Duarte, C. M., Valdés, L., De Young, C., Fonseca, L., Grimsditch, G. (Eds). 2009. Blue Carbon. A Rapid Response Assessment. United Nations Environment Programme. GRID-Arendal, www.grida.no
Orth, R.J; Carruthers, T J. B.; Dennison, W.C.; Duarte, C.M., Fourqurean, J.W., Heck Jr, K.L., A. Hughes, A.R., Kendrick, G.A., Kenworthy, W.J., Olyarnik, S., Short, F.T., Waycott, M., & S.L. Williams. 2006. A Global Crisis for Seagrass Ecosystems. BioScience (2006) 56 (12): 987-996.
Poedjirahajoe,E., Mahayani,N.P.D., Sidharta,B.R. & Salamuddin,M.2013.Tutupan Lamun Dan Kondisi Ekosistemnya di Kawasan Pesisir Madasanger, Teluk Jelenga, Dan Maluk Kabupaten, Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5, No. 1, Juni 2013
PTAMNT 2016. Database Pemantauan Seagrass. Unpublished.
Rahmawati, S., Irawan, A., Supriyadi,I.H., Azkab,M.H. 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun. LIPI: Jakarta
Short F, Carruthers T, Dennison W, Waycott M. 2007. Global seagrass distribution and diversity: A bioregional model. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 350: 3-20.
Tania AL. 2014. Kajian Dampak Kegiatan Madak Terhadap Ekosistem Intertidal di Daerah Pasang Surut Pesisir Batu Hijau, Sumbawa Barat. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tania AL, Yulianda F, dan Adrianto L. 2014. Dinamika sosial-ekologi masyarakat terhadap budaya madak di daerah pesisir, Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 6(2): 319-329.
Tomascik, T.A.J. Mah., A. Nontji, and M.K. Moosa. 1997. The ecology of the Indonesian seas Part II. Periplus Editions. Singapore. 829-906pp.
Waycott M, Duarte CM, Carruthers TJB, Orth RJ, Dennison WC, Olyarnik S, Calladine A, Fourqurean JW, Heck KL, Hughes AR, Kendrick GA, Kenworthy WJ, Short FT, Williams SL, dan Paine RT. 2009. Accelerating loss of seagrasses across the globe threatens coastal ecosystems. Proc Natl Acad Sci USA 106(30): 12377-12381.
Yulianda F, Yusuf MS, dan Prayogo W. 2013 Zonasi dan kepadatan komunitas intertidal di daerah pasang surut, pesisir Batu Hijau, Sumbawa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 5(2): 409-416.
Yusuf, MS. 1999. Kelimpahan Echinodermata di Padang Lamun Pantai Sira Lombok Barat. Skripsi. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Semua tulisan pada jurnal ini menjadi tanggungjawab penuh penulis.